Monthly Archives: April 2011

Manusia itu Tamak (?)

ta·mak a selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri; loba; serakah: ia — akan harta;
ke·ta·mak·an n hal tamak; keinginan untuk selalu memperoleh (harta dsb) sebanyak-banyaknya: dia berlaku curang krn ~ nya (sumber: http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)

Tamak seperti yang dijelaskan pada kamus besar bahasa indonesia di atas, memiliki penekanan dalam hal harta. Setujukah Anda? Saya Tidak. Mengapa? Karena menurut saya tamak itu mencakup segala aspek. Contoh sederhana saja, kita sepakat kalau bermain catur itu bukan menyangkut harta, melainkan sebentuk hiburan jiwa? Oke, jika Anda sepakat, maka ketika Anda sedang bermain catur dengan teman Anda dan Anda berada di posisi akan kalah, lalu niat buruk Anda membisikkan untuk bermain curang bagaimanapun caranya dan akhirnya Anda pun melakukannya, apakah itu tidak bisa dibilang Tamak? Atau sekalipun Anda tidak berlaku curang dan akhirnya kalah, lalu Anda merasa tidak terima atas kekalahan Anda, itu pun bisa dibilang Tamak. Mengapa? Karena jauh di dalam hati Anda, tujuan Anda bermain sebenarnya adalah untuk menang, Anda ingin “beroleh banyak (menang) untuk diri sendiri” bukan sebatas hiburan jiwa. Dan kata terakhir, yaitu “diri sendiri” merupakan kata kunci pamungkas yang menasbihkan Anda adalah seorang yang Tamak.

Apakah Anda sekarang sudah merasa Tamak? haha.. Tenang. Anda tidak sendiri. Masih banyak orang (sengaja saya tidak memilih kata “manusia”) yang juga Tamak. Mungkin saya, teman sebelah Anda, atau justru semua orang di dunia ini sekarang sedang “bercinta” dengan yang namanya Tamak. Belum puas dengan contoh di atas? Oke, akan saya paparkan contoh yang agak kontroversial. Sebelumnya saya ingin bertanya, apa tujuan Anda beragama? Apa tujuan Anda beribadah? Pahala? Surga? Atau karena takut masuk neraka? (saya yakin lebih banyak manusia yang takut masuk neraka dibanding ingin masuk surga). Jika Anda menjawab hal-hal tersebut, maka selamat Anda adalah orang yang Tamak. Ya! Anda Tamak! Hey, masih adakah orang yang tulus beragama karena ingin mengenal Tuhan-nya dan mendapatkan kedamaian jiwa? Masih adakah orang yang ikhlas beribadah semata-mata karena rasa syukurnya atas nikmat yang telah diberikan-Nya? Atau semua itu hanya karena pengaruh dua tempat yang saling berlawanan, surga dan neraka? “Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya? (Chrisye)”.

Oke, kita tinggalkan pertanyaan tersebut, biar hati Anda sendiri yang menjawab. Selanjutnya contoh yang mungkin cocok dengan arti dari kamus kbbi tadi. Pernah tahu prinsip ekonomi yang pertama kali diajarkan di SMP, “Dengan usaha yang sekecil-kecilnya, memperoleh untung yang sebesar-besarnya”? Haha, ternyata memnag kita dididik untuk Tamak bung! Logis saja, yang dimaksud buku ekonomi itu uang kan? Atau setidaknya harta benda yang jumlahnya terbatas. Jika satu orang berprinsip seperti itu dan dia berhasil melakukannya, maka akan ada minimal satu oran lain yang merasakan kebalikannya “Sudah usaha sebesar-besarnya, ternyata hanya dapat untung yang sekecil-kecilnya”. Maka, kemiskinan tidak akan pernah hilang dari muka bumi selama masih ada si kaya.

Loh, itu tandanya dia kurang usaha dong? Mungkin, kemampuannya kurang. Atau, memang takdirnya saja dia tidak beruntung. Ya ya, alasan-alasan tersebut memang masuk akal, tapi saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa penyebab kesenjangan paling besar adalah prinsip ekonomi eh prinsip ketamakan itu tadi yang telah mengakar dan berbuah manis di setiap hati orang-orang yang memiliki kemampuan dan keberuntungan lebih. Individualis! Ya individualis! Kaum-kaum tersebutlah hasil cetakan pendidikan modern yang “berhasil”. Lalu, kaum sisanya berarti bukan orang yang tamak? Haha, belum tentu. Selain sudah saya bilang ketamakan itu dilihat dari segala aspek dan bukan dari harta saja, tapi juga masih sangat besar kemungkinan jika mereka diberikan kemampuan dan keberuntungan yang sama akan menjadi prajurit-prajurit ketamakan yang lebih hebat.

Ah, sudah cukup bicara harta. Mari kita bicara cinta :). Dalam cinta juga ada ketamakan? Jelas! Ketika cinta itu Anda paksakan demi nafsu Anda sendiri. Demi keinginan Anda memiliki orang yang Anda cintai, memiliki perhatiannya, memiliki cintanya, memiliki senyumnya dan lainnya. Saat Anda mencintai seseorang pernahkah Anda sedikit berpikir kalau justru orang yang Anda cintai akan lebih bahagia tanpa perlu Anda miliki? Anda menangis saat Anda kehilangan orang yang Anda cintai karena berselingkuh dengan orang lain? Atau Anda merasa iri dengan adik Anda karena orang yang Anda cintai, ibu Anda, lebih perhatian kepadanya? Tanyakan pada hati Anda, apakah Tamak bahkan telah menjajah hal yang bisa membahagiakan Anda (seharusnya)?

Haha, bicara seperti ini, mungkin membuat Anda mengira saya sok suci dari yang namanya Tamak? Tidak! Tamak pun telah menjadi teman di keseharian saya. Karena saya sama seperti Anda, sama seperti orang-orang di dunia ini, adalah produk pendidikan ketamakan yang sama sekali telah samar dan lumrah. Lalu, apakah manusia (akhirnya saya menggunakan kata “manusia”) itu memang tamak? Tidak! Manusia tidak tamak! Allah SWT telah menciptakan manusia dengan sempurna dan lebih dari makhluk ciptaan-Nya yang lain. Tamak itu milik binatang! Ya binatang! Jadi saya lebih suka menyebut diri saya, Anda, dan lainnya dengan kata “orang” bukan “manusia”. Tersinggung? Tidak Terima? Sudahlah, terima saja, Anda itu bukan manusia, kecuali Anda bukan termasuk subjek di contoh-contoh saya tadi. Lalu? Saya hanya bisa menyarankan, belajarlah menjadi manusia. Manusia yang sebenarnya manusia. Manusia yang menggunakan akal dan hatinya sebagai kelebihannya bukan untuk TAMAK, tapi untuk meningkatkan derajatnya di hadapan Tuhan dan untuk memunculkan solusi-solusi baik bagi makhluk hidup di sekitar Anda. Belajar! Karena belajar itu hanya milik manusia.

“Ya Allah, bebaskan saya dari ketamakan dalam mengerjakan TA saya kali ini, agar tujuannya bukan sekedar syarat kelulusan dan nilai, tapi sebagai sumbangsih saya yang bermanfaat dalam sejarah awal perancangan lokomotif Indonesia yang akan terus berkembang di masa mendatang. Amin” Semoga doa ini dituliskan juga bebas dari rasa tamak, hahaha…

(Bersambung di tulisan selanjutnya “Pendidikan: Belajar Menjadi Manusia”, untuk memperingati Hari Pendidikan)

Ditulis juga di http://www.muhamadfarisnaufalausten.tumblr.com


Terdampar di Pulau Sempu, Malang, Jawa Timur, Indonesia!

Maaf kalo postingan awal-awal malah isinya curhatan ga jelas, haha.. Sama sekali ga cocok sama judul bolg-nya “Der Grosse Ritter” yang berarti “The Great Knight” dan juga merupakan arti dari nama saya Faris Austen, hehe.. Sebenernya lagi bosen, penat, jenuh dll. Tapi ya udahlah sekarang saatnya postingan yang lebih bermutu, sebuah catatan perjalanan! hehe.. So, nikmatin seadanya ya 😀

Di tengah-tengah siang yang membosankan di tempat magang, tiba-tiba ada ym masuk dari Dina. Dina ini temen di forum http://www.backpackerindonesia.com yang sama sekali belum pernah ketemu, hehe.. harusnya sih seminggu sebelumnya udah ketemu karena bareng-bareng temen yang lain ngerencanain pendakian ke Gunung Lawu, tapi karena satu dan lain hal akhirnya ga jadi muncak. Nah, pas banget lagi suntuk dan kecewa karena gagal ke Lawu, ym dari si Dina berbunyi ajakan buat ke Pulau Sempu!!! Tanpa pikir panjang langsung sepakat aja, walaupun ngedadak karena hari itu Selasa dan rencana ke Sempu hari Sabtunya, hajar aja!!! Padahal tadinya udah kebayang weekend yang membosankan di Madiun ditambah kondisi fisik yang lagi ga fit saat itu, tapi ya terimakasih Dina karena sudah mengajak di saat yang tepat hehe.

Yap, langsung aja ke hari pemberangkatan, Sabtu 9 April 2011. Yang pasti ikut cuma 4 orang, ya ga apa-apalah 4 orang juga cukup kok, toh ada Dina ini yang udah pernah ke sana, jadi aman-aman aja. Selain gw dan Dina yang tinggal di Malang, 1 orang lainnya itu temennya Dina, kenal di forum juga, namanya Epheng anak Jogja, trus si Epheng ngajak temen sekampusnya namanya Jono. Sementera si Dini nungguin kita bertiga di Malang, gw ketemu Epheng sama Jono di kereta Malabar yang berhenti di Stasiun Madiun Jam 02.30 WIB, kebetulan emang cuma kereta itu yg lewat jalur Jogja-Madiun-Malang dan emang udah janjian ketemu di kereta. Hmm, sebelum lanjutin ceritanya mendingan kenalan dulu deh sama kita berempat biar makin asik (apa coba hubungannya? haha)

Muhamad Faris Naufal Austen (Faris), Teknik Mesin ITB 2007

Djanuar Putranto (Jono) Teknik Informatika UII 2008, Maulidinia Mutiatillah (Dina) Akuntansi UNBRAW 2007, Jefri Epheng (Epheng) Teknik Informatika UII 2008.

Hahaha, maaf ya malah foto gw sendiri yang paling gede 😛

Oke lanjut ke cerita. Setelah kenalan trus ngobrol-ngobrol di kereta, sampailah kami bertiga di Stasiun Kota Baru Malang jam 08.15. Sarapan dulu di stasiun trus langsung naik angkot ABG (Arjosari-???-Gadang) ke Terminal Gadang. O iya, biaya dari kereta dari Madiun 60 ribu, kelas ekonomi plus dan ternyata si Epheng sama Jono juga cuma bayar 60 ribu dari Jogja, tanya kenapa? Tanya tuh KAI?! Lanjut, biaya angkot dari stasiun ke Gadang 3 ribu aja. Pas di angkot dan liat-liat kondisi Kota Malang kok mirip Bandung ya, cuaca lumayan sejuk lah, kondisi jalan juga ramai (dikira Malang tuh sepi hehe), dan anehnya banyak angkot!! Ga kaya kota lain di Jawa Timur yang jarang banget angkot.

15 menit di angkot, sampailah di Terminal Gadang dan Dina udah  nunggu di situ. Tanpa basa-basi langsung naik lah kami berempat ke bis jurusan Malang-Dampit. Kata Dina sih kita turunnya di Turen, tapi waktu itu gw ga peduli soalnya udah ada Dina yang ngerti jadi tinggal ikut aja, hehe. Eh, tapi ternyata sodara-sodara (apaan sih?), setelah sekitar 1 jam bis nya sampai tuh di pasar Turen, tapi ga berhenti lewat aja dan gw pikir emang turunnya di tempat lain di Turen. Tapi kok aneh makin lama kembali lagi ke suasana pedesaan bukan kota atau pasar, wah nyasar nih. Langsung lah Dina tanya kenek bis nya dan ternyata emang kita harusnya kita turun di pasar Turen tadi. Tapi katanya nanti di pertigaan depan bisa kok turun di situ buat naik angkutan selnjutnya. Dan ga lama kemudian, kita diturunin di pertigaan, si bis belok kiri ke arah Dampit, kita disuruh jalan seratus meter ke kanan (arah Turen juga) soalnya nanti ada pertigaan yang belok ke kiri ke arah tujuan kita, Sendang Biru. 15 menit nunggu akhirnya dateng juga angkutan pedesaan semacam L300 tapi lebih kecil warna biru yang beroperasi di jalur Turen-Sendang Biru. Untung angkutan itu ga terlalu penuh jadi kita berempat bisa masuk dan menikmati perjalanan selama 2 jam ke depan dengan biaya 12 ribu (mahal coy!)

Lanjut…! Akhirnya sampailah kita di Pantai Sendang Biru. Di pantai ini kita udah bisa ngeliat Pulau Sempu di seberang yang hanya berjarak sekitar 200 meter terpisah lautan. Waktu menunjukkan pukul 11.45 dan kondisi udah laper lagi haha. Oke deh akhirnya kita makan, eh tapi sebelum makan kita izin dulu sama petugas buat masuk ke Pulau Sempu. Hmm, jadi gini, sebenernya kita ilegal lho masuk Pulau Sempu (Jangan ditiru!!!). Gini deh gw jelasin prosedur yang seharusnya:

– Pulau Sempu itu kawasan konservasi dan bukan tempat wisata jadi ga sembarangan orang bisa masuk (seharusnya). Yang boleh masuk itu orang-orang yang memang ingin melakukan penelitian di Pulau Sempu dan bukan sekedar menikmati keadaan alam di sana. Hal ini bertujuan untuk menjaga Pulau Sempu dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab dan merusak ekosistem di Pulau Sempu.

– Orang yang ingin melakukan penelitian pun harus mengurus perizinan yang disebut Surat SIMAKSI. Surat ini hanya dikeluarkan oleh Badan Konservasi (lupa nama resminya apa, hehe) Jawa Timur yang berlokasi di Surabaya dan pos perizinan yang ada di Sendang Biru hanya bertugas menerima surat tersebut dan bukan memberikan izin.

Tapi ya setelah ngobrol-ngobrol dengan petugas yang di sana, akhirnya dibolehin juga (sekali lagi ini jangan ditiru!!!). Ada yang bilang harus bayar dan lain-lain. Ya sebenernya itu sih ga ada patokan, terserah kita mau ngasih berapa, tapi inget lho uang yang kita kasih itu sama aja uang suap!!! Jadi silahkan pikir ulang deh kalo mau ke Sempu (serius lho ini). Tapi yang pasti untuk masuk pantai Sendang Biru haru membayar retribusi yang legal sebesar 5500 rupiah.

Oke, pokoknya habis itu beres dapet izin, makan, sholat, langsung deh nyewa perahu buat nyebrang ke pulau. Nyewa perahu harganya 100 ribu PP, jadi besoknya kalo mau pulang tinggal sms tukang perahunya aja, nanti kita dijemput pake perahu yang sama. Sebenernya perahu bisa muat sampai 10 orang lebih, jadi kalo banyak orang yang ikut bisa jadi lebih murah. Next, 10 menit kemudian sampailah kita di Teluk Semut, tempat awal kita trekking menuju Segara Anakan. O iya belum cerita, kalo tujuan utama kita di Pulau Sempu itu adalah Segara Anakan, semacam danau tapi bukan danau, lazimnya disebut laguna. Kalo danau itu airnya tawar, laguna ini airnya asin karena merupakan kumpulan air laut yang terperangkap di daratan. Hmm, pernah nonton “The Beach” yang diperankan Di Caprio? ya seperti itulah laguna.

siap-siap naik ke perahu

Teluk Semut, dan perjalanan pun dimulai

Perjalanan dari teluk Semut menuju Segara Anakan memakan waktu sekitar 2 jam. Medan yang kami lalui sangat berat (bagi kami), kondisi jalan (itu pun kalo bisa dibilang jalan) sangat buruk padahal saat itu ga hujan. Ga kebayang kalo hujan gimana susahnya lewat “jalan” itu. Tapi justru dengan keadaan begitu dengan suasana tengah hutan yang cukup asri, membuat gw semakin tertantang dan malah menikmati perjalanan. Ya walaupun topografinya tidak menanjak seperti mendaki gunung, tetep aja bikin kami berempat ngos-ngosan hehe..

Akhirnya, sampai juga kami di Segara Anakan!! Rasa lelah langsung hilang begitu ngeliat Segara Anakan, hohoho!!! Langsung aja kita main air sepuasnya di sana, tapi ga lupa foto-foto juga, hehe.. 😀  Oia, ga perlu khawatir tenggelam, soalnya laguna ini ga terlalu dalam kok, mungkin karena sebelumnya ga lagi hujan besar. Di Segara Anakan ini ternyata sudah banyak orang yang memasang tenda, ada sekitar 30-an orang dari macam-macam kelompok, dan bertambah sekitar 20-an orang lagi malamnya termasuk ada bule juga. Agak kecewa sebenernya, soalnya tadinya gw mengharapkan pulau yang sepi ga banyak orang, tapi ya udahlah nikmatin aja.

Setelah cukup lama main air, trus kita coba ke sisi lain Segara Anakan. O iya ada beberapa tempat yang ga boleh didatengin di sini, bukan karena mitos atau apa tapi karena bisa membahayakan diri kita, mau tau yang mana? tenang aja, dikasih tau kok sama petugas yang di Sendang Biru. Lanjut lah, sisi lainnya itu ternyata kumpulan karang-karang yang langsung menghadap samudera luas, cukup berbahaya juga, tapi yang jelas harus hati-hati di sini. Ga lupa kita pun foto-foto di sini juga haha..

Pas maghrib kita langsung masang tenda yang dibawa Dina. Setelah beres masang tenda trus kita ngumpul di luar tenda, harapan gw sih bisa liat langit cerah sama bintang, eh ternyata mendung. Ya udah kita ngumpul-ngumpul aja sambil ngobrol supaya makin kenal. Pas ngobrol si Jono berusaha bikin api unggun dari ranting-ranting kecil, soalnya emang kita ga bawa lampu badai, tapi sampe kita beres ngobrol juga si Jono ga berhasil bikin api unggun haha.

Kita ngbrolin macem-macem, mulai dari asal maasing-masing, ya intinya sih kenalan, trus ngomongin jalan-jalan (secara anak backpacker gitu hehe) sampe ngomongin masalah negara haha. Tapi yang seru cerita itu si Epheng, salah satu yang dibahas tuh tempat wisata di Makassar. Dia emang orang Kendari, Sulawesi Tenggara, jadi katanya lumayan sering ke Makassar, dan dia dengan sukses bikin gw ngiler pengen ke Makassar haha. Ya kurang lebih sekitar 2 jam ngobrol sambil ngemil, karena emang kita ga ada yang niat makan dan emang ga bawa peralatan masak, langsung deh tidur, capek banget soalnya. Ditambah kondisi gerimis ga nentu di luar, jadi deh malemnya dihabiskan buat tidur doang.

Oke langsung besoknya aja ya, soalnya ya kebanyakan kalo diceritaain semua. Langsung aja deh pas pulang. Jam 8 kita pulang, kondisi pulang sama aja kaya berangkat, 2 jama sampe Teluk Semut trus naik perahu Ke Sendang Biru, mandi, ganti baju, makan, minum es kelapa, dan… harusnya sih langsung pulang. Tapi angkutan yang ada ngetem lama banget nunggu penumpang. Ya mau gimana lagi, cuma itu yang ada. Dan sepanjang jalan rajin banget ngangkut penumpang, jadilah lama kita sampe Malang. Padahal ngejar kereta Malabar yang Jam setengah 4 dan kita baru sampe Stasiun Jam 4. Kondisi pulang sama aja kaya berangkat jadi ga perlu diceritain ya hehe. Sampe Di Gadang kita bertiga pisah sama Dina. Trus karena udah telat ya kita langsung aja ke Terminal Arjosari buat naik bus. Akhirnya baru deh jam setengah 8 malem bis yang ke arah Jogja berangkat. Waktu itu naik bis Rosalia Indah dengan biaya ke Caruban 60 ribu, kalo ke Jogja 80 ribu plus makan. Bis-nya nyaman dan saking nyamannya ga nyadar tidur 4 jam tau-tau udah sampe Caruban di tempat makan. Habis makan gw pisah sama mereka berdua, soalnya bis-nya ga lewat Madiun, jadi gw naik bis Mira rute Surabaya-Jogja tapi lewat Madiun.

Yap, sampelah gw di kosan jam setengah 1 malem, langsung tidur dan….. sekian, hahaha.


It’s not Easy

I can’t stand to fly
I’m not that naive
I’m just out to find
The better part of me

I’m more than a bird
I’m more than a plane
More than some pretty face beside a train
It’s not easy to be me

Wish that I could cry
Fall upon my knees
Find a way to lie
About a home I’ll never see

It may sound absurd
but don’t be naive
Even Heroes have the right to bleed
I may be disturbed
but won’t you conceed
Even Heroes have the right to dream
It’s not easy to be me

Up, up and away
away from me
It’s all right
You can all sleep sound tonight
I’m not crazy
or anything:

I can’t stand to fly
I’m not that naive
Men weren’t meant to ride
With clouds between their knees

I’m only a man in a silly red sheet
Digging for kryptonite on this one way street
Only a man in a funny red sheet
Looking for special things inside of me

It’s not easy to be me.


Ketidakpastian itu Pasti

“Satu hal yang pasti di dunia ini hanyalah ketidakpastian” (unknown)

Seandainya manusia tahu takdir jalan hidupnya. Seandainya manusia bisa membaca hati orang lain. Seandainya manusia paham semua tanda-tanda alam.

Seandainya..

Seandainya manusia tahu apa yang terbaik untuknya. Seandainya manusia bisa mengulang kembali hidupnya. Seandainya manusia memiliki kepastian.

Lalu?

Ah, mengeluh dan mengeluh. Mengeluh ketidakpastian yang sudah pasti. Percuma!

"bila penantian ini masih panjang tersisa
tolong.. beri aku sebuah kepastian
agar hati ini tak lagi lelah menanti
dan mimpi-mimpi indah tak menjadi percuma"
 
 

-Titik Nadir-


Beri Aku Arti

Menjumpai hari suasana sepi
Menikmati nafas alam tak berasa
Beragam warna terbayang sekilas
Menyingkirkan luka tanpa diminta

Pernahkah ku sadar tanpa itu semua
Dalam terang suria selalu terjaga
Memahami makna arti kenyataan
Keremangan senja selipkan hampa

Di mana kawanku inginku menyapa
Beri aku ruang tempatkan diriku
Di mana kawanku semakin menjauh
Beri aku arti tak ingin berbeda

Kau palingkan wajah acuhkan muka
Menyamakan arti bukan suara hati
Ingin berbicara hasrat pengungkapan
Masih pantaskah aku di sampingmu

Di mana kawanku inginku menyapa
Beri aku ruang tempatkan diriku
Di mana kawanku semakin menjauh
Beri aku arti tak ingin berbeda

Di mana kawanku inginku menyapa
Beri aku ruang tempatkan diriku
Di mana kawanku semakin menjauh
Beri aku arti tak ingin berbeda

Tak ingin berbeda
Tak ingin berbeda

Padi – (Lain Dunia, 1999)


Langkah Pertama

Ragu?

Takut?

Cemas?

Atau terlalu bersemangat?

Setiap langkah pertama akan selalu menguras pikiran dan hatimu. Beribu-ribu gambaran masa depan yang tak pasti seakan menanti untuk dipilih. Dan tahu kah kau? Langkah pertamamu tak selalu menentukan langkah-langkahmu selanjutnya, tapi ia akan selalu akan menjadi hal yang selalu kau ingat pertama kali. Jadi, jangan pernah takut untuk melakukan langkah pertamamu, karena jika ia salah akan selalu ada langkah-langkah berikutnya untuk memperbaiki.

Entah akan menjadi apa blog ini selanjutnya, sekedar luapan emosi kah? berbagi cerita tentang pengalaman? penyampaian gagasan yang mungkin tak didengar? atau sebuah hujatan yang tak jelas siapa yang dihujat? biarlah ini menjadi langkah pertamaku yang lain dalam jutaan langkah pertama dalam hidupku. Bismillah!